Jumat, 29 April 2016

Tugas Bahasa Indonesia 4

  1. Pengertian Penalaran
Penalaran adalah proses berpikir yang bertolak dari pengamatan indera (pengamatan empirik) yang menghasilkan sejumlah konsep dan pengertian. Berdasarkan pengamatan yang sejenis juga akan terbentuk proposisi – proposisi yang sejenis, berdasarkan sejumlah proposisi yang diketahui atau dianggap benar, orang menyimpulkan sebuah proposisi baru yang sebelumnya tidak diketahui. Proses inilah yang disebut menalar. Ada dua jenis metode dalam menalar yaitu deduktif dan induktif.
  1. Penalaran Deduktif
Penalaran deduktif adalah proses penalaran untuk menarik kesimpulan berupa prinsip atau sikap yang berlaku khusus berdasarkan atas fakta-fakta yang bersifat umum. Proses penalaran ini disebut Deduksi. Kesimpulan deduktif dibentuk dengan cara deduksi. Yakni dimulai dari hal-hal umum, menuku kepada hal-hal yang khusus atau hal-hal yang lebih rendah proses pembentukan kesimpulan deduktif tersebut dapat dimulai dari suatu dalil atau hukum menuju kepada hal-hal yang kongkrit.

Contoh :
Masyarakat Indonesia konsumtif (umum) dikarenakan adanya perubahan arti sebuah kesuksesan (khusus) dan kegiatan imitasi (khusus) dari media-media hiburan yang menampilkan gaya hidup konsumtif sebagai prestasi sosial dan penanda status social.
  1. Penalaran Induktif
Paragraf Induktif adalah paragraf yang diawali dengan menjelaskan permasalahan-permasalahan khusus (mengandung pembuktian dan contoh-contoh fakta) yang diakhiri dengan kesimpulan yang berupa pernyataan umum. Paragraf Induktis sendiri dikembangkan menjadi beberapa jenis. Pengembangan tersebut yakni paragraf generalisasi, paragraf analogi, paragraf sebab akibat bisa juga akibat sebab.

Contoh paragraf Induktif:
Pada saat ini remaja lebih menukai tari-tarian dari barat seperti breakdance, Shuffle, salsa (dan Kripton), modern dance dan lain sebagainya. Begitupula dengan jenis musik umumnya mereka menyukai rock, blues, jazz, maupun reff tarian dan kesenian tradisional mulai ditinggalkan dan beralih mengikuti tren barat. Penerimaan terhadap bahaya luar yang masuk tidak disertai dengan pelestarian budaya sendiri. Kesenian dan budaya luar perlahan-lahan menggeser kesenian dan budaya tradisional.

    4.  Menulis sebagai proses penalaran

Menulis merupakan suatu pengungkapan pikiran yang dituangkan ke dalam bentuk sebuah tulisan. Ide yang dituangkan oleh si penulis dapat berasal dari pengalaman dan pengetahuan atau pun imajinasi dari si penulis.

Menulis merupakan proses bernalar. Dimana pada saat kita ingin menulis sesuatu tulisan baik itu dalam bentuk karangan atau pun yang lainnya, maka kita harus mencari topiknya terlebih dahulu. Dan dalam mencari suatau topik tersebut kita harus berfikir, maka pada saat kita berfikir tanpa kita sadari kita sendiri telah melakukan proses penalaran. maka pada kesempatan kali ini saya akan memaparkan sedikit mengenai menulis merupakan prosae bernalar.

Setiap hari kita selalu menggunakan otak kita untuk berfikir, bahkan setiap detik dan menit kita menggunakan otak kita untuk berfikir. Pada saat kita berpikir, maka dalam benak kita akan akan timbul bermacam-macam gambaran tentang sesuatu yang hadirnya tidak secara nyata. misalnya pada saat-saat kita melamun. Kegiatan berpikir yang lebih tinggi dilakukan secara sadar, tersusun dalam urutan yang saling berhubungan, dan bertujuan untuk sampai kepada suatu kesimpulan. Jenis kegiatan berpikir vang terakhir inilah yang disebut kegiatan bernalar.

Berdasarkan uraian di atas, dapat kita ambil kesimpulan bahwa proses bernalar atau singkatnya penalaran merupakan proses berpikir yang sistematik untuk memperolch kesimpulan berupa pengetahuan.
 
   5. Fakta sebagai unsur dasar penalaran karangan 


Agar dapat menalar dengan tepat, perlu kita memiliki pengetahuan tentang fakta yang berhubungan. Jumlah fakta tak terbatas, sifatnya pun beraneka ragam. Oleh sebab itu, sebagai unsur dasar dalam penalaran ilmiah, kita harus mengetahui apa pengertian dari fakta.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), fakta memiliki definisi sebagai hal (keadaan atau peristiwa) yang merupakan kenyataan; sesuatu yang benar-benar ada atau terjadi. Selain itu, fakta juga merupakan pengamatan yang telah diverifikasi secara empiris (sesuai dengan bukti atau konsekuensi yang teramati oleh indera). Fakta bila dikumpulkan secara sistematis dengan beberapa sistem serta dilakukan secara sekuensial maka fakta tersebut mampu melahirkan sebuah ilmu. Sebagai kunci bahwa fakta tidak akan memiliki arti apa-apa tanpa sebuah teori dan fakta secara empiris dapat melahirkan sebuah teori baru.
Untuk memahami hubungan antara fakta-fakta yang sangat banyak itu, kita perlu mengenali fakta-fakta itu secara sendiri-sendiri. Ini berarti bahwa kita harus mengetahui ciri-cirinya dengan baik. Dengan begitu, kita dapat mengenali hubungan di antara fakta-fakta tersebut dengan melakukan penelitian.
Selain itu, kita dapat menggolong-golongkan sejumlah fakta ke dalam bagian-bagian dengan jumlah anggota yang sama banyaknya. Proses seperti itu disebut pembagian, namun pembagian di sini memiliki taraf yang lebih tinggi dan disebut klasifikasi.

1.     Klasifikasi
Membuat klasifikasi mengenai sejumlah fakta, berarti memasukkan atau menempatkan fakta-fakta ke dalam suatu hubungan logis berdasarkan suatu sistem. Suatu klasifikasi akan berhenti, tidak dapat diteruskan lagi jika sudah sampai kepada individu yang tidak dapat merupakan spesies atau dengan kata lain jenis individu tidak dapat diklasifikasikan lebih lanjut meskipun dapat dimasukkan ke dalam suatu spesies. Contohnya, "Dani adalah manusia", tetapi tidak "Manusia adalah Dani" karena Dani adalah individu dan bersifat unik.
Perlu diingat bahwa klasifikasi atau penggolongan (pengelompokkan) berbeda dengan pembagian. Pembagian lebih bersifat kuantitatif, tanpa suatu kriteria atau ciri penentu. Tetapi klasifikasi didasarkan terhadap ciri-ciri atau kriteria yang ada dari fakta-fakta yang diteliti.

2.    Jenis Klasifikasi
Klasifikasi dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu:
·         Klasifikasi sederhana, suatu kelas hanya mempunyai dua kelas bawahan yang berciri positif dan negatif. Klasifikasi seperti itu disebut juga klasifikasi dikotomis (dichotomous classification dichotomy).
·         Klasifikasi kompleks, suatu kelas mencakup lebih dari dua kelas bawahan. Dalam klasifikasi ini tidak boleh ada ciri negatif; artinya, suatu kelas tidak dikelompokkan berdasarkan ada tidaknya suatu ciri.

3.    Persyaratan Klasifikasi
Klasifikasi harus dilakukan dengan memperhatikan beberapa persyaratan:
·         Prinsipnya harus jelas. Prinsip ini merupakan dasar atau patokan untuk membuat klasifikasi, berupa ciri yang menonjol yang dapat mencakup semua fakta atau benda (gejala) yang diklasifikasikan.
·         Klasifikasi harus logic dan ajek (konsisten). Artinya, prinsip-prinsip itu harus diterapkan secara menyeluruh kepada kelas bawahannya.
·         Klasifikasi harus bersikap lengkap, menyeluruh. Artinya, dasar pengelompokkan yang dipergunakan harus dikenakan kepada semua anggota kelompok tanpa kecuali.
·         Selain itu dalam aspek fakta agar dapat membuat kesimpulan yang sah tentang sifat golongan tertentu yang berdasarkan satu atau beberapa yang diamati, hal-hal yang perlu diperhatikan adalah mengenai klasifikasi – yang sudah dijelaskan sebelumnya –, generalisasi dan spesifikasi, analogi, dan hubungan sebab-akibat.

a.     Generalisasi dan Spesifikasi, Dari sejumlah fakta atau gejala yang diamati ditarik kesimpulan umum tentang sebagian atau seluruh gejala yang diamati itu. Proses penarikan kesimpulan yang dilakukan dengan cara itu disebut generalisasi. Jadi, generalisasi adalah pernyataan yang berlaku umum untuk semua atau sebagian besar gejala yang diamati. Karena itu suatu generalisasi mencakup ciri-ciri esensial atau yang menonjol, bukan rincian. Di dalam pengembangan karangan, generalisasi perlu dibuktikan dengan fakta yang merupakan spesifikasi atau ciri khusus sebagai penjelasan lebih lanjut.
Ungkapan yang biasa digunakan dalam generalisasi adalah: biasanya, pada umumnya, sebagian besar, semua, setiap, tidak pernah, dan sebagainya. Dan ungkapan yang digunakan dalam penunjang generalisasi adalah: misalnya, sebagai contoh, untuk menjelaskan hal itu, sebagai bukti, dan sebagainya.
Fakta-fakta penunjang harus relevan dengan generalisasi yang dikemukakan. Suatu paragraf dalam tulisan yang mencamtumkan penunjang yang tidak relevan dipandang tidak logis. Dan generalisasi mungkin mengemukakan fakta (disebut generalisasi faktual) atau pendapat (opini).

b.     Analogi, persamaan antar bentuk yang menjadi dasar terjadinya bentuk-bentuk yang lain atau membandingkan sesuatu dengan lainnya berdasarkan atas persamaan yang terdapat di antara keduanya.
Analogi terdiri dari dua macam, pertama analogi penjelas (deklaratif) yaitu perbandingan untuk menjelaskan sesuatu yang baru berdasarkan persamaannya dengan sesuatu yang telah dikenal, tetapi hasilnya tidak memberikan kesimpulan atau pengetahuan yang baru, kedua analogi induktif yaitu suatu proses penalaran untuk menarik kesimpulan (referensi) tentang kebenaran suatu gejala khusus berdasarkan kebenaran suatu gejala khusus lain yang memiliki sifat-sifat esensial penting yang bersamaan. Jadi, dalam analogi induktif yang perlu diperhatikan adalah persamaan yang dipakai merupakan ciri-ciri esensial penting yang berhubungan erat dengan kesimpulan yang dikemukakan.

c.     Hubungan Sebab Akibat, hubungan ketergantungan antara gejala-gejala yang mengikuti pola sebab-akibat, akibat-sebab, dan akibat-akibat.
o    Penalaran sebab-akibat dimulai dengan pengamatan terhadap suatu sebab yang diketahui.
o    Penalaran akibat-sebab dimulai dari suatu akibat yang diketahui.
o    Penalaran akibat-akibat berpangkal dari suatu akibat dan berdasarkan akibat tersebut dan langsung dipikirkan akibat lain tanpa memikirkan sebab umum yang menimbulkan kedua akibat itu.

  6. Isi karangan


Mengarang berarti menyusun atau merangkai, pada awalnya kata merangkai tidak berkaitan dengan kegiatan menulis. Operasional atau cakupan makna kata merangkai mula-mula terbatas pada pkerjaan yang berhubungan dengan benda konkret seperti merangkai bunga atau merangkai atau merangkai benda orang lain. Sejalan dengan kemajuan komukasi dan bahasa, lama-kelamaan timbul istilah merangkai kata. Lalu berlanjut dengan merangkai kalimat, kemudian jadilah apa yang disebut sebagai karangan. Orang yang merangkai atau menyusun kata, kalimat, dan alinea tidak disebut perangkai. Tetapi penyusun atau pengarang untuk membedakannya dengan perangkai bunga. Belakangan muncul sebutan penulis karena karangan tertulis juga disebut tulisan.
Sebenarnya, mengarang tidak hanya dan tidak harus tertulis. Seperti halnya berkomunikasi, kegiatan mengarang yang juga menggunakan bahasa  sebagai mediumnya dapat berlansung secara lisan. Seseorang yang berbicara misalnya, dalam sebuah diskusi atau berpidato secara serta merta (improntu) otaknya terlebih dahulu harus mengarang sebelum mulutnya berbicara.
Penulis berpendapat bahwa mengarang adalah pekerjaan merangkai kata, kalimat, atau paragraph dalam rangka menjabarkan atau mengulas topic dan tema tertentu untuk memperoleh hasil akhir berupa karangan. Untuk bahan perbandingan, disini dikutipkan pendapat Widyanmartaya dan Sudiati (1911:77). Menurut keduanya , mengarang adalah “keseluruhan rangkaian kegiatan seseorang untuk mengungkapkan gagasan dan menyampaikannya melalui bahasa tulis kepada pembaca untuk dipahami”.
Jadi karangan adalah hasil penjabaran suatu gagasan secara resmi dan teratur tentang suatu topic atau pokok bahasan. Setiap karangan yang ideal pada prinsipnya merupakan uraian yang lebih tinggi atau lebih luas dari paragraph. Selain itu, karangan juga mempunyai arti lain yaitu bentuk tulisan yang mengungkapkan pikiran dan perasaan pengarang dalam satu kesatuan tema yang utuh. Karangan diartikan pula dengan rangkaian hasil pemikiran atau ungkapan perasaan ke dalam bentuk tulisan  yang teratur. 


Penyusunan karangan sebaiknya dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut.
1.      Menentukan Topik, Tema, dan Tujuan Karangan
Topik berasal dari kata Yunani topoi, yang berarti ‘tempat’. Dalam perkembangan selanjutnya, topik diartikan sebagai ‘pokok pembicaraan’ suatu karangan. Berdasarkan topik itulah, penulis menempatkan tujuan beserta tema karangannya.
Dalam kehidupan sehari-hari, topik sering dikacaukan pemakaiannya dengan istilah tema.  Menurut asal katanya, Tema merupakan kata Yunani tithenai, yang berarti menempatkan. Dar segi proses penulisan karangan, tema dan topik memiliki rumusan yang berlainan walaupun nantinya apa yang dirumuskan keduanya memiliki hakikat yang sama. Apabila topik bermakna pokok karangan, maka tema diartikan sebagai suatu perumusan dari topik yang dijadikan landasan penyusunan karangan. Berdasarkan pengertian tersebut, jelaslah bahwa topik lebih singkat dan lebih abstrak daripada tema. Topik dirumuskan lebih dahulu dari tema.
Untuk merumuskan topik yang baik dipergunakan ukuran berikut.
a.      Menarik perhatian penulis
Topik yang menarik perhatian penulis akan memungkinkan penulis berusaha untuk secara serius mencari data yang penting dan relevan dengan masalah yang ia karang. Penulis akar؛ terdorong terus-menerus agar karangannya itu dapat diselesaikan dengan sebaik-baiknya Sebaliknya, suatu topik yang sama sekali tidak disenangi, dapat menimbulkan kesalahan apabila terdapat hambatan-hambatan. Penulis tidak akan berusaha menemukan data dan fakta dalam memecahkan persoalan-persoalan yang ia hadapi.
b.      Dikuasai penulis
Topik yang digarap harus pula dikuasai penulis. Sekurang-kurangnya ia mengetahui hai- hal mendasar dari persoalan yang hendak dikarangnya. Idealnya, topik itu merupakan sesuatu yang lebih diketahui penulis daripada pembacanya.
c.       Menarik dan aktual
Suatu karangan disusun tidak lain untuk dibaca oleh orang lain, oeh karena itu, minat pembaca merupakan hal penting yang harus diperhatikan penulis. Walaupun yang menarik minat itu amat bergantung pada situasi dan latar belakang pembaca itu sendiri, namun hal- hal berikut merupakan sesuatu yang diminati masyarakat secara umum:  yang aktual, penting, penuh konflik, rahasia, humor. atau hal-hal lain yang bermanfaat bagi pembaca.
d.      Ruang lingkupnya terbatas
Apabila topik itu terlalu luas, pembahasannya akan dangkal. Pada akhimya karangan itu tidak menarik bagi pembaca. Pembatasan ruang lingkup topik, memungkinkan penulis untuk mengarang dengan penuh keyakinan dan kepercayaan diri. Pembatasan topik dapat memberikan kesempatan bagi penulis untuk menelaah dan meneliti masalah yang akan ditulisnya secara intensif.
2.      Merumuskan Judul Karangan
Erat kaitannya dengan topik atau tema serta tujuan karangan, adalah judul. Apabila topik merupakan gagasan pokok yang akan dibahas, maka judul merupakan nama yang diberikan untuk bahasan atau karangan itu. Judul berfungsi pula sebagai slogan promosi untuk menarik -ninat pembaca dan sebagai gambaran isi karangan. Sering kali judul dirumuskan lebih dulu sebelum karangan dibuat. Namun demikian, judul dapat pula dirumuskan setelah karangan itu selesai.
Judul yang baik harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut.
a.       Relevan, ada hubungannya dengan isi karangan.
b.      Provokatif dapat menimbulkan hasrat ingin tahu pembaca.
c.       Singkat, mudah dipahami dan enteng diingat.
3. Menyusun Kerangka Karangan
Kerangka karangan adalah rencana kerja yang memuat garis besar suatu karangan. Manfaat kerangka karangan:
a.       Memudahkan penyusunan karangan sehingga karangan menjadi lebih sistematis dan teratur.
b.      Memudahkan penempatan antara bagian karangan yang penting dengan yang tidak penting;
c.       Menghindari timbulnya pengulangan pembahasan;
d.      Membantu pengumpulan data dan sumber-sumber yang diperlukan.
Berdasarkan bentuknya, kerangka karangan dapat dibedakan ke dalam bentuk kerangka kalimat dan kerangka topik.
a.       Kerangka kalimat
Kerangka kalimat merupakan suatu bentuk kerangka karangan yang berupa pernyataan- pernyataan lengkap, yang perumusannya berupa kalimat berita atau kalimat tanya.
b.      Kerangka topik
Kerangka topik dinyatakan dalam kata atau frase. Dari segi kejelasannya, kerangka topiL tidak sejelas kerangka kalimat. Namun demikian, kerangka topik sifatnya lebih longgar daa tidak kaku. Penyusunannya pun lebih mudah.
Langkah-langkah penyusunan kerangka karangan adalah sebagai berikut.
4.      Mengumpulkan Bahan/Data
Untuk memperkaya pemahaman dan pengetahuannya, seorang penulis harus mengumpulkan data, informasi, atau pengetahuan tambahan yang berkaitan dengan tema karangan. Pengumpulan data dapat dilakukan dengan membaca bahan acuan tertentu mengadakan wawancara, atau pengamatan lapangan. Kita dapat langsung mengamati objek yang akan kita karang dan dapat pula kita mengadakan percobaan. Kedua cara tersebut penting dilakukan agar data yang kita peroleh lebih mantap dan tidak meragukan.
Semua bahan yang kita peroleh, kita catat supaya tidak mudah dilupakan. Catatan harus rapi dan teratur sehingga mudah dalam pemanfaatannya.
Tiap-tiap data yang kita peroleh kita catat di atas kartu atau lembaran kertas yang lepas Kartu atau kertas lepas sangat mudah kita susun menurut keperluan kita dan mudah puli menyisihkannyajika sebuah catatan ternyata tidak kita perlukan lagi. Buku tulis dapat juga kiti pakai, tetapi tidak praktis, sebab halamannya terikat dan tidak mudah disusun.
5.      Mengembangkan Kerangka Karangan                   
Langkah berikutnya adalah mengembangkan kerangka karangan itu menjadi karangan yang lengkap dan utuh.
Seperti yang telah dipaparkan di atas bahwa terdapat berbagai cara yang dapat dilakukan dalam pengembangan karangan, di antaranya adalah dengan pola pengembangan urutan pemecahan masalah. Bila pola ini yang dipilih, maka penyusunan karangan dimulai dari penyajiar. masalah tertentu. Kemudian, pembahasannya bergerak menuju anal isis dan kesimpulan- kesimpulan. Dengan demikian, karangan berpola urutan pemecahan masalah dibentuk oleh tiga bagian utama, yaitu:
a.       Deskripsi mengenai suatu masalah yang akan dibahas,
b.      Analisi terhadap sebab-sebab atau akibat-akibat dari masalah itu, dan
c.       Alternatif atau kesimpulan sebagai pemecahan masalah.
6.       Cara Pengakhiran dan Pcnyimpulan
Baik itu pengakhiran maupun penyimpulan, sama-sama terletak pada bagian penutup suatu karangn. Dengan demikian, dari segi letak, keduanya memiliki persamaan. Bedanya dalam hal fungsi dan cara perumusannya. Pengakhiran merupakan bagian bacaan yang fungsinya menandakan bahwa bacaan itu selesai atau sudah berakhir. Bagian pengakhiran masih merupakan fungsinya sebagai penutup dari suatu perincian. Hubungan bagian pengakhiran
bagian sebelumnya terbentuk dalam pola umum-khusus.
Hal ini berbeda dengan penyimpulan . Adalah betul bahwa bagian penyimpulan pun umumnya terletak  pada bagian akhir suatu karangan. Hanya saja, kesimpulan berfungsi pula sebagai pemaknaan kembali atas uraian-uraian sebelumnya. Hubungan antara bagian kesimpulan dengan bagian sebelumnya bersifat khusus-umum.  Bagian tersebut merupakan sebuah generalisasi atas rurnum dari uraian sebelumnya.
Contoh:
Kalau kamu adalah salah seorang pengurus OSIS atau organisasi lainnya, sebaiknya kamu memanfaatkan kesempatan itu untuk latihan komunikasi di depan tak perduli sebatas apa kemampuanmu dalam menggunakan kata-kata. Bila pertama kali kamu berbicara terpatah-patah dan sedikit deg-degan, itu hal biasa. Lama-kelamaan kamu akan terbiasa dengan latihan semacam itu. Apalagi kalau kamu diundang seminar, acara diskusi, atau rapal lainnya, berbahagialah kamu dan kamu manfaatkan kesempatan itu untuk mengasah lidahmu agar terbiasa dan dan lancar untuk mengeluarkan  mengeluarkan pendapat pada orang lain.
Paragraf di atas fungsinya hanya sebagai penanda bahwa uraian atas bacaan yang berjudul “Remajad an Aprehensi Komunikasi” sudah berakhir. Dalam paragraf tersebut tidak ditemukan rumusan kesimpulan.
7.      Menyempurnakan Karangan
Menyusun karangan, baik itu karangan ilmiah, populer, maupun karangan sastra, yang sekali jadi memang cukup sulit. Kecuali bagi yang sudah betul-betul ahli, sangat jarang orang yang bisa menyusun karangan yang langsung sempurna. Ada saja kesalahan atau kekeliruan yang harus diperbaiki, baik itu dengan sistematika penulisan, kelogisan ide, istilah yang digunakan atau pun ejaannya. Karena itu, pembahasan dan peninjauan ulang atas karangan yang telah dibuat, merupakan sesuatu yang penting dilakukan.
8.      Penggolongan Karangan Menurut Bobot Isinya
Berdasarkan bobot isinya. karangan dapat dibagi atas tiga jenis. yaitu (1) karangan ilmiah, (2) karangan semi-ilmiah atau ilmiah populer. dan (3) karangan non-ilmiah. Yang tergolong ke dalam karangan ilmiah antara lain adalah laporan, makalah, skripsi, tesis, dan disertasi. Sementara itu, yang tergolong ke dalam karangan semi- ilmiah antara lain adalah artikel, editorial, opini. feature, tips, dan reportase. Selanjutnya, yang tergolong ke dalam karangan non-ilmiah antara lain adalah anekdot, hikayat, cerpen, novel, roman, puisi. dar. naskah drama.
Ketiga jenis karangan tersebut tadi memiliki karakteristik yang berbeda. Karangan ilmiah memiliki aturan baku dan sejumlah persyaratan khusus yang menyangkut metode dan penggunaan bahasa. Kebalikan dari karangan ilmiah adalah karangan non-ilmiah. yaitu karangan yang tidak terikat pada aturan baku tadi. Sementara itu, karangan semi-ilmiah berada di antara keduanya.
Yang akan dibahas dalam buku ini hanya dua jenis karangan pertama saja, yaitu karangan ilmiah dan semi-ilmiah/populer karena kedua jenis karangan inilah yang banyak diperlukan oleh mahasiswa.
Antara karangan ilmiah dan karangan ilmiah populer tidak banyak perbedaan yang mendasar. Perbedaan yang paling jelas hanya pada pemakaian bahasa, struktur, dan kodifikasi karangan. Jika pada Karangan ilmiah digunakan bahasa yang khusus di bidang ilmu tertentu  pada karangan ilmiah populer bahasa yang terlalu teknis tersebut kadang-kadang dihindari dan sebagai gantinya digunakan istilah umum.
9.      Sistematika Karangan
Secara umum bagian-bagian karangan itu sama, yaitu adanva gian awai, bagian inti, dan bagian penutup. Akan tetapi, dalam materi perkuliahan ini hanya ditampilkan bagian-bagian makalah miah. Fokus kajian adalah pengembangan isi bagian-bagian atau isi stematika makalah, khususnya bagian inti.

sumber :
http://khaidirsyafruddin.blogspot.co.id/2013/02/penulisan-karangan.html
https://rismarhaesa15.wordpress.com/2015/03/28/pengertian-penalaran-deduktif-dan-induktif-beserta-contoh-dan-ciri-cirinya/
 

Kamis, 07 April 2016

Tugas Bahasa Indonesia 3




Teori 

Teori adalah seperangkat konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang memberikan, menjelaskan, dan memprediksikan phenomena. Ada dua macam teori, yaitu teori intuitif dan teori ilmiah. Teori intutif adalah teori yang dibangun berdasarkan pengalaman praktis. Sedangkan teori ilmiah (teori formal) adalah teori yang dibangun berdasarkan hasil-hasil penelitian.
  Contoh teori :
  1. Contohnya adalah Aleniasi manusia adalah teori yang diungkapkan oleh Karl Marx, tetapi Marxis Komunisme adalah ideologi keseluruhan.
  2. Sebagai contoh, sebuah teori yang diungkapkan oleh Lord Acton bahwa "kekuasaan cenderung dikorupsikan". Dalam hal ini kekuatan dan cakupan korupsi secara abstrak. Kemudian kekuasaan ini dalam lingkup kasus konkret dari presiden, raja, jabatan kepala lingkungan, dll Dan korupsi di bidang beton seperti uang korupsi.

Hubungan Klausa

Hubungan sebab akibat / hubungan kausal ialah hubungan keterkaitan atau ketergantungan dari dua realitas, konsep, gagaasan, ide, atau permsalahan. Suatu kegiatan tidak dapat mengalami suatu akibat tanpa disertai sebab, atau sebaliknya suatu kegiatan tidak dapat menunjukkan suatu sebab bila belum mengalami akibat.

Contoh hubungan kausal  :
Kuberikan sedikit uang disakuku untuk membeli obat, ia menatap wajahku.. Menitikkan air mata lagi.. Ia menangis karena senang mendapatkan uang untuk membeli obat dan makanan untuk adik dan ibunya dirumah.
Beberapa hari kemudian, aku bertemu dengan anak itu bersama ibunya di pasar. Mereka menghampiriku,, memberiku sedikit makanan kecil sebagai ungkapan terima kasih padaku karena telah membantu anak itu beberapa hari yang lalu.

Sumber :

https://andriksupriadi.wordpress.com/2010/04/03/hubungan-kausal/

http://www.pengertianahli.com/2014/04/pengertian-teori-apa-itu-teori.html